-->

Notification

×

Kode Iklan Homepage 970x250 atau 728x90 taruh disini --

Deskripsi-Gambar

Kode Iklan mobile 728x90 taruh disini

BPPH Pemuda Pancasila SulSel Bongkar Kontroversi RUU KUHAP: Dominus Litis di Ujung Tanduk?

Rabu, 12 Februari 2025 | 01:22 WIB Last Updated 2025-03-04T10:47:33Z


Makassar – Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum Pemuda Pancasila Sulawesi Selatan (BPPH PP SulSel) menggelar diskusi publik yang mengupas kontroversi penerapan asas dominus litis dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Isu ini menuai perhatian karena dinilai bisa memperluas kewenangan kejaksaan hingga ke tahap penyelidikan dan penyidikan wilayah yang selama ini menjadi ranah kepolisian.  


Dalam sistem peradilan pidana, asas dominus litis menempatkan kejaksaan sebagai pemegang kendali utama dalam proses penuntutan. Namun, perubahan dalam RUU KUHAP membuka peluang bagi kejaksaan untuk masuk ke tahap penyelidikan dan penyidikan. Langkah ini memicu perdebatan sengit, terutama terkait potensi tumpang tindih kewenangan dan ancaman terhadap prinsip checks and balances dalam hukum.  


Ketua BPPH PP SulSel, Dr. Andi Arfan Sahabuddin, S.H., M.H., menegaskan bahwa perubahan ini berisiko mengganggu keseimbangan kekuasaan dalam sistem peradilan pidana.  


"Kami ingin memastikan bahwa revisi KUHAP tidak justru menciptakan ketimpangan hukum, tetapi tetap menjaga keseimbangan kewenangan antar-lembaga dan menjunjung prinsip keadilan," tegasnya.  


Akademisi dan praktisi hukum Dr. Aswiwin, S.H., M.H., turut mengungkap kekhawatirannya. Menurutnya, pemberian kewenangan penyelidikan dan penyidikan kepada kejaksaan berpotensi menciptakan konflik dengan kepolisian serta merusak mekanisme pengawasan hukum.  


"Jika kewenangan ini tidak diatur dengan jelas, bukan tidak mungkin terjadi benturan tugas antara kejaksaan dan kepolisian," ujarnya.  


Senada dengan itu, praktisi hukum Suardy, S.H., menyoroti ancaman penyalahgunaan kewenangan.  


"Jika tidak ada mekanisme pengawasan yang ketat, perluasan wewenang ini bisa disalahgunakan untuk kepentingan politik atau kelompok tertentu," ungkapnya.  


Moderator diskusi, Abdul Malik, S.H., juga mengingatkan bahwa tidak boleh ada satu institusi yang memiliki kewenangan absolut dalam proses penegakan hukum.  


Tak hanya dari kalangan akademisi dan praktisi hukum, kritik juga datang dari mahasiswa dan aktivis. Arman, Koordinator Wilayah Indonesia Timur BEM PTNU, serta Ridwan, mantan Ketua Himprodih FH UIM, menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap dampak RUU KUHAP terhadap hak-hak terdakwa.  


"Jika kejaksaan memiliki kendali penuh dari penyelidikan hingga penuntutan, maka posisi terdakwa semakin lemah. Prinsip praduga tak bersalah bisa terancam," kata Ridwan.  


Diskusi ini menjadi bagian dari upaya BPPH PP SulSel dalam mengawal revisi RUU KUHAP di tingkat nasional. Mereka menegaskan komitmennya untuk memastikan bahwa perubahan hukum yang diusulkan tetap berpihak pada keadilan dan kepentingan publik.  


"Kami akan terus menyuarakan aspirasi masyarakat, terutama generasi muda, agar hukum di Indonesia tetap berjalan dalam koridor keadilan yang sesungguhnya," pungkas Andi Arfan.

×
Berita Terbaru Update